Bagaimana Design Thinking Mengubah Cara Perusahaan Membangun Sistem Reward Karyawan

Design thinking mulai menjadi pendekatan utama dalam merancang sistem reward karyawan yang lebih relevan dan efektif. Artikel ini membahas bagaimana metode ini membantu perusahaan memahami kebutuhan karyawan, meningkatkan engagement, dan menciptakan program reward yang benar-benar berdampak.

Wulan Oktaviana

12/1/20254 min read

Karyawan berjabat tangan saat menerima apresiasi dalam sistem reward.
Karyawan berjabat tangan saat menerima apresiasi dalam sistem reward.

Sistem reward karyawan kini menjadi fokus banyak perusahaan yang ingin meningkatkan motivasi, produktivitas, dan retensi talenta. Namun di banyak organisasi, platform reward justru jarang dipakai karena alurnya membingungkan, fiturnya tidak relevan, atau informasinya kurang jelas.

Inilah alasan semakin banyak perusahaan mulai mengadopsi design thinking, pendekatan berbasis empati yang memastikan sistem reward benar-benar sesuai kebutuhan karyawan sejak tahap awal. Artikel ini membahas bagaimana design thinking mengubah cara perusahaan merancang, membangun, dan mengimplementasikan sistem reward yang lebih efektif.

1. Tantangan Umum dalam Sistem Reward Karyawan

Banyak perusahaan merasa sudah membangun sistem reward yang lengkap. Namun kenyataannya, karyawan sering:

  • tidak memahami cara mendapatkan poin,

  • bingung bagaimana menukarkan reward,

  • merasa benefit yang ditampilkan kurang relevan,

  • jarang kembali membuka platform setelah percobaan pertama.

Masalah ini biasanya terjadi karena sistem dibangun tanpa riset perilaku pengguna. Akibatnya, platform reward menjadi rumit, mahal, dan hanya digunakan sebagian kecil karyawan. Design thinking hadir untuk menyelesaikan akar masalah tersebut.

2. Mengapa Design Thinking Menjadi Pendekatan yang Lebih Efektif

Design thinking memberi kerangka kerja sistematis:

  • memahami konteks karyawan,

  • mengidentifikasi masalah nyata,

  • membuat prototipe cepat,

  • dan menguji desain sebelum dikembangkan.

Berbeda dari pendekatan tradisional yang langsung mengeksekusi daftar fitur, design thinking membantu perusahaan memastikan alur reward benar-benar mudah, relevan, dan menyenangkan digunakan. Pendekatan ini membuat perusahaan tidak lagi menebak-nebak, semua keputusan berbasis insight pengguna.

3. Menghasilkan Solusi yang Teruji Sebelum Dibangun

Tahap Ideate dan Prototype menjadi momen penting untuk memvalidasi konsep melalui UX pilot pengujian cepat menggunakan prototipe interaktif yang menyerupai aplikasi sebenarnya. Selama sesi ini, tim akan melihat langsung bagaimana karyawan memahami, bernavigasi, dan menilai alur reward. Beberapa indikator yang diuji:

  • Apakah karyawan dapat memahami cara mendapatkan reward dalam hitungan detik?
    Jika masih bingung, alur perlu dipangkas atau disederhanakan.

  • Apakah mereka dapat menyelesaikan proses penukaran tanpa instruksi tambahan?
    UI yang baik harus memiliki natural flow tanpa penjelasan panjang.

  • Apakah informasi penting (poin, benefit, aturan) tampil paling depan?
    Informasi yang tersembunyi akan membuat karyawan tidak termotivasi.

  • Apakah jumlah langkah dapat dipadatkan?
    Sistem reward yang efisien tidak boleh mengharuskan pengguna berpindah layar terlalu banyak.

Melalui UX pilot, perusahaan dapat memastikan desain benar-benar siap dikembangkan tanpa revisi besar, sehingga anggaran dan waktu dapat dikontrol lebih presisi.

4. Dampak Positif Design Thinking pada Sistem Reward Karyawan

Jika design thinking diterapkan secara konsisten, hasilnya jauh lebih besar daripada sekadar “memperbaiki UI.” Banyak perusahaan mengalami peningkatan signifikan:

  • Sistem reward jauh lebih mudah digunakan.
    Alur yang ringkas membuat karyawan merasa platform tidak ribet dan lebih nyaman digunakan sehari-hari.

  • Proses edukasi pengguna berkurang drastis.
    UI yang intuitif membuat pengguna tidak memerlukan banyak panduan atau tutorial.

  • Revisi development menurun.
    Karena alur telah divalidasi dulu melalui UX pilot, perubahan besar tidak lagi muncul tiba-tiba di tengah jalan.

  • Biaya implementasi berkurang.
    Teknologi dibangun sesuai kebutuhan nyata, bukan berdasarkan asumsi.

Pada akhirnya, design thinking membantu perusahaan menghadirkan platform reward yang bukan hanya “berfungsi,” tetapi juga benar-benar dipakai dan memberi dampak nyata bagi karyawan.

5. Konsekuensi Jika Mengabaikan Design Thinking

Mengembangkan sistem reward tanpa pendekatan design thinking sering kali terlihat “lebih cepat” di awal, tetapi justru menciptakan masalah serius di fase berikutnya. Banyak perusahaan akhirnya menghabiskan waktu dan biaya lebih besar akibat keputusan desain yang tidak tervalidasi.

Beberapa konsekuensi yang paling sering muncul adalah:

  1. Proyek molor karena revisi tak terduga.
    Ketika desain tidak diuji sejak awal, masalah baru akan muncul saat development sudah berjalan. Revisi yang harusnya dilakukan di tahap desain menjadi membengkak dan menunda seluruh timeline proyek.

  2. Biaya membesar akibat perbaikan UI/UX berulang.
    Perbaikan di fase akhir membutuhkan alokasi waktu developer, QA, UI/UX, hingga PM. Akumulasi biaya ini bisa jauh lebih tinggi dibanding investasi kecil untuk riset dan validasi sejak awal.

  3. Fitur menjadi tidak konsisten akibat pendekatan tambal sulam.
    Tanpa arah desain yang jelas, fitur baru sering dibangun berdasarkan permintaan mendadak stakeholder. Hasilnya adalah sistem reward yang tidak memiliki pola yang sama, sulit dinavigasi, dan membingungkan pengguna.

  4. Stakeholder kesulitan memahami progres.
    Karena alur dan kebutuhan tidak dipetakan sejak awal, proses development terasa “kabur”—membuat meeting internal penuh dengan perdebatan yang sama dan sulitnya menentukan prioritas.

  5. Karyawan merasa sistem reward membingungkan atau tidak relevan.
    Sistem yang dibangun tanpa memahami perilaku pengguna akan terlihat lengkap di atas kertas, tetapi gagal menarik minat karyawan untuk kembali menggunakannya.

Lebih jauh lagi, rendahnya tingkat penggunaan membuat data perilaku tidak terkumpul dengan baik. Padahal, data ini penting untuk mengukur efektivitas reward, menentukan benefit paling disukai, dan menilai apakah program benar-benar berdampak pada produktivitas karyawan. Tanpa data yang solid, perusahaan kehilangan peluang mengoptimalkan strategi reward berbasis insight.

6. Mengapa UX Pilot Menjadi Standar Baru di Banyak Perusahaan

UX pilot kini menjadi praktik yang semakin diadopsi di perusahaan besar, terutama yang ingin memastikan setiap keputusan desain berbasis perilaku pengguna nyata, bukan asumsi internal. Berbeda dari usability testing tradisional, UX pilot dilakukan lebih cepat, lebih iteratif, dan berbasis prototipe high-fidelity yang terasa seperti aplikasi asli.

Ini memberikan beberapa manfaat penting:

  1. Karyawan langsung menunjukkan perilaku nyata terhadap prototipe.
    Tim dapat melihat secara langsung di mana pengguna berhenti, bingung, atau melakukan kesalahan. Insight ini jauh lebih berharga dibanding asumsi atau diskusi panjang di internal.

  2. Bottleneck dapat diidentifikasi sejak awal.
    Misalnya, proses penukaran reward terlalu panjang, informasi benefit tidak terlihat jelas, atau aturan poin sulit dipahami. Semua hambatan ini dapat diperbaiki sebelum development.

  3. Perbaikan dilakukan sebelum kode ditulis.
    Tahap desain adalah tempat terbaik untuk melakukan perubahan. Melalui UX pilot, tim dapat iterasi 2–3 kali dalam hitungan hari—sesuatu yang hampir tidak mungkin jika fase development sudah dimulai.

  4. Anggaran lebih mudah dikendalikan karena risiko diminimalkan.
    Dengan desain yang sudah tervalidasi, developer bekerja lebih efisien, dan risiko revisi besar di tengah proyek dapat ditekan secara signifikan.

    Pendekatan UX pilot membuat proses pembangunan sistem reward menjadi:

    • lebih terukur,

    • lebih transparan,

    • lebih efisien,

    • dan jauh lebih selaras dengan kebutuhan karyawan.

    Inilah alasan mengapa perusahaan mulai menjadikannya standar baru, terutama untuk sistem dengan tingkat kompleksitas tinggi seperti reward dan engagement platform.

Design thinking membantu perusahaan menghadirkan sistem reward karyawan yang lebih relevan, efisien, dan mudah digunakan. Dengan validasi menggunakan UX pilot, setiap keputusan desain berbasis pada perilaku nyata pengguna bukan asumsi. Hasilnya adalah sistem reward yang benar-benar memberikan pengalaman positif dan meningkatkan keterlibatan karyawan.

Jika perusahaan Anda ingin membangun sistem reward karyawan yang benar-benar efektif dan mudah digunakan, Digicook siap membantu dengan pendekatan terstruktur berbasis design thinking dan UX pilot.

💬Ingin konsultasi gratis dengan Digicook?
Hubungi kami melalui halaman kontak resmi dan mulai bangun platform reward yang lebih efisien, terukur, dan berdampak bagi karyawan Anda.